Memproyeksikan Kualitas Pendidikan di Era New Normal

Oleh : Elok Andriani

Memproyeksikan Kualitas Pendidikan di Era New Normal
Sumber Foto : Kompas

 

Sekolah yang sudah mengaktifkan kembali kegiatan belajar mengajar (KBM) tetap belum maksimal dalam penerapannya. Pasalnya, proses belajar secara offline yang kini tengah berlangsung juga tidak kembali seperti semula dalam pembagian jam pelajaran. Siswa yang semula mendapatkan waktu beristirahat setelah jam pelajaran pertama dan jam pelajaran kedua di tingkat SLTP dan SLTA kini ditiadakan. Di samping itu, masih terdapat kendala lain yang juga menjadi bahan persoalan tidak kalah penting. Hal tersebut menjadi PR besar terhadap kebijakan pemerintah yang menawarkan solusi tetapi tidak dapat mengatasi persoalan. Dalam banyak kasus yang menyatakan bahwa siswa cepat bosan belajar dengan sistem daring maka ketika proses belajar dengan tatap muka dari tiga mata pelajaran tanpa istirahat juga akan membuat siswa lebih jenuh. Pasalnya mereka akan duduk secara terus menerus dalam kurun waktu lima sampai enam jam tanpa ada jeda waktu untuk istirahat.

Sementara itu, terdapat kebijakan baru yang dikeluarkan oleh pemerintah yakni Kemenag yang melakukan kerjasama dengan beberapa perusahaan provider seperti Telkomsel, XL Axiata dan lain-lain untuk menunjang dalam proses belajar anak didik walaupun sudah melangsungkan belajar mengajar secara tatap muka. Namun, rupanya hal ini juga tidak mampu mengatasi persoalan dengan tuntas utamanya bagi sekolah-sekolah yang ada di pelosok desa. Seperti salah satu kasus yang sudah merebak dalam hal pembagian paket data internet berbentuk kartu perdana yang diterima oleh salah satu sekolah swasta di Kabupaten Sumenep.

Awalnya, siswa begitu senang dan antusias karena mendapat kabar bantuan kuota internet. Namun bantuan kartu perdana tersebut hanya sebatas diterima saja. Dalam prakteknya, selain menggunakan metode belajar tatap muka, kartu yang diterima siswa masih tidak bisa digunakan secara efektif. Pasalnya dalam penggunaan kartu tersebut harus dalam jangkauan sinyal internet yang kuat. Sementara lokasi atau wilayah yang ada di lingkungan sekolah tersebut tidak semuanya normal. Selain itu juga masih dalam persoalan pendapatan ekonomi menengah ke bawah yang menjadi hambatan. Alhasil masih banyak dari siswa yang belum memiliki medianya sendiri (handphone).

Posting Komentar

0 Komentar