Menolak Lupa Tragedi G30S/PKI

Oleh : Gabrella MNS dan Nadia Kanza


Sumber : http://sugiyantofitri.blogspot.com/

Peristiwa Gerakan 30 September/PKI menjadi salah satu sejarah kelam bagi bangsa Indonesia. Sebanyak tujuh perwira TNI dibunuh secara keji pada 30 September 1965 mulai dari malam hingga keesokan harinya. Ketujuh Perwira tersebut dituduh akan melakukan makar terhadap Presiden pertama Soekarno, melalui Dewan Jendral. Berikut sepenggal kisah tujuh perwira tersebut :

Jendral Ahmad Yani

Dini hari pada tanggal 1 Oktober 1965 terdengar hentakan kaki dari arah luar, sejumlah pasukan datang menyergap masuk kediaman Jendral Ahmad Yani di Bilangan, Menteng, Jakarta Pusat. Pasukan yang lainya bertugas menyekap penjaga rumah Jendral Ahmad Yani. Pada saat itu Jendral Ahmad Yani menolak dijemput oleh pasukan crabirawa. Tiba tiba terdengar suara tembakan yang menggelegar, ada tujuh peluru yang di lepaskan pasukan rabirawa, lima diantara tujuh peluru itu menginggalkan lubang tembekan disebuah pintu. Seketika Jendral Ahmad Yani pada pukul 04.35 gugur dikediamanya. Kemudian jasad Jendral Ahmad Yani dibawa menggunakan truk kesebuah area perkebunan di Halim, Jakarta Timur.

Jendral Ahmad Yani disebut terlibat dalam Dewan Jendral yang akan melakukan kudeta presiden Soekarno. Oleh karena itu pasukan cakrabirawa tergerak untuk mengamankan bung Karno. Dan Jendral Ahmad Yani disebut menjadi sosok yang sangat dekat dengan Presiden Soekarno.

Jendral Ahmad Yani lahir pada 19 Juni 1922 di Purworejo, Jawa Tengah. Jendral Ahmad Yani tutup usia pada umur 43 tahun.

Mayjen R Soeprapto

Pada malam hari Mayjen Soeprapto merasakan tidak nyaman pada giginya. Sehingga tidak bisa terrtidur. Disaat itu juga, Mayjen Suprapto sedang menyelesaikan lukisan yang akan diserahkan kepada Museum Perjuangan di Yogyakarta. Terdengar suara anjing menggonggong di luar rumah sekitar pukul 04.30 WIB. Mayjen Suprapto pun bertanya “siapa yang ada diluar?”. Rombongan yang ada diluar menjawab “Cakrabirawa” tanpa ada rasa curiga Mayjen Suprapto yang masih menggunakan piyama dan sarung keluar menemui rombongan tersebut. Lalu pasukan itu mengatakan Mayjen Suprapto diminta untuk menemui Soekarno. Sebagai prajurit yang patuh pada pimpinan tertingginya, Mayjen Suprapto mengiyakan permintaan rombongan Cakrabirawa. Ketika Mayjen Suprapto meminta izin berganti pakaian rombongan tersebut tidak mengizinkan, justru langsung menodong Mayjen Suprapto dengan senjata sembari membawanya keluar naik keatas truk yang sudah menunggu. Rupanya Mayjen Suprapto dibawa kelubang buaya dan dianiaya dalam keadaan tubuh terikat, selanjutnya jenazahnya dilemparkan begitu saja ke lubang sumur.

Mayjen MT Haryono

Pada pagi hari pukul 03.30 WIB Mayjen MT Haryono terbangun karena mendengar suara berisik dari luar rumahnya. Mayjen MT Haryono menyadari adanya kedatangan pasukan Cakrabirawa kemudian menyuruh istri dan anaknya untuk segera pergi ke halaman belakang. Pasukan yang terdiri dari 18 anggota Cakrabirawa telah berada di kediaman Meijen MT Haryono di jalan Prambanan dan kemudian mengetuk pintu rumah. Terdengar Jawaban dari dalam kamar “kalau ketemu besok pagi saja di kantor jam 08.00” jawab MT Haryono. Saat itu juga pasukan mendobrak pintu depan, dan langsung menembakkan senjata ke arah Mayjen MT Haryono. Seketika peluru itu menewaskan beliau. Rombongan Cakrabirawa melempar jenazah MT Haryono kedalam truk untuk dibawa kelubang buaya.

Mayjen S. Parman

Pada pagi hari sekitar pukul 04.00 WIB pasukan Cakrabirawa datang di kediaman Mayjen S. Parman. Pada mulanya beliau dan istrinya menduga telah terjadi sebuah perampokan dirumah tetangganya tetapi maksud pasukan itu datang untuk menculik Mayjen S. Parman. Seketika itu beliau dan istrinya menuju keluar halaman. Secara langsung Mayjen S Parman bertanya kepada pasukan Cakrabirawa atas apa yang terjadi, pasukan itu menjawab bahwa mereka diperintahkan oleh Presiden untuk menjemput beliau. Mayjen S Parman kemudian masuk kedalam rumah untuk mengganti pakaian dengan ditemani kelompok pasukan Cakrabirawa. Sambal berganti pakaian beliau membisikan pesan kepada istrinya agar menghubungi Jendral Ahmad Yani, namun percakapan tersebut terdengar pasukan seketika pasukan Cakrabirawa merampas telfon tersebut dan membawa pergi Mayjen S Parman.

Brigjend D.I. Panjaitan

Pada waktu subuh pasukan berseragam datang menggunakan dua buah truk dan langsung mengepung seisi rumah beliau. Brigjend D.I. Panjaitan mengira bahwa pasukan yang mengepung ditugaskan untuk menjemput dirinya bertemu dengan Soekarno. Beliau bersiap dengan seragam rapi, resmi dan lengkap dengan topi layaknya akan pergi kesuatu upacara. Namun tak lama berselang pasukan menembaki barang-barang dirumah beliau. Akhirnya beliau turun di kamarnya dan menemui rombongan tersebut. Beliau sempat melakukan perlawanan sehingga ditembak tepat di depan rumahnya dan langsung dibawa pergi.

Brigjend Sutoyo Siswodiharjo

Pada dini hari grombolan pasukan Cakrabirawa masuk kerumah Brigjend Sutoyo Siswodiharjo lewat garasi, sembari menodongkan senjata kepada para pembantu rumah tangga untuk dimintai kunci rumah. Mereka mengatakan bahwa beliau telah dipanggil Presiden Soekarno “Pak toyo, lekas buka pintu. Bapak dipanggil Presiden” cetus salah satu rombongan tersebut. Seketika Brigjend Sutoyo keluar kamar mengenakan piyama motif batik dan langsung diapit dibawa keluar rumah. Perabotan rumah ikut diacak-acak hingga akhirnya mereka pergi membawa Brigjennd Sutoyo Siswodiharjo  ke lubang buaya.

Lettu Pierre Andreas Tendean

Pada pagi Lettu Pierre Andreas Tendean tengah berada di rumah Jendral A.H. Nasution atasanya, yang merupakan target dari rombongan Cakrabirawa. Saat rombongan itu datang dan bertanya kepada Lettu Pierre Andreas Tendean apakah dia adalah A.H Nasution, tanpa ragu Lettu Pierre Andreas Tendean menjawab “Iya sayalah Jendral Nasution” Tindakan itu ia lakukan agar sang Jendral bisa selamat, dan benar Nasution memang lolos dari penculikan. Beliau pun ditodong senapan oleh rombongan Cakrabirawa kemudian dibawa ke lubang buaya.

Sebelumnya Jasad mereka dibuang kesumur yang dikenal dengan sebutan lubang buaya. Jenazah ke tujuh perwira tersebut dimakamkan di taman makam pahlawan kalibata, Jakarta. Bertepatan dengan HUT ABRI ke-20.

Posting Komentar

0 Komentar